- Back to Home »
- cerpen »
- Kambing Hitam
Posted by : secawan kopi tubruk
Rabu, 15 Mei 2013
Fatima
20 november 2006
Siang ini kak Rita dating ke rumah
mengantarkan sebuah undangan. Ternyata itu undangan ulang tahunnya yang ke 17.
“kaka merayakan pesta ulang tahun
ya?” tanyaku.
“tidak hanya sebuah syukuran kok.”
“kok hanya syukuran bukannya kaka
mampu mengadakan pesta ulang tahun seperti kak sari saat ualng tahunnya yang ke
17, acara sweetseventin?”
“aku lebih senag mengadakan acara syukuran
dari pada mengadakan pesta ulang tahun, boros dan tidak berguna,” ucap kaka
Rita merendah.
‘apa semua tman kaka diundang.”
“tidak hanya yang yatim piatu saja,
maaf.”
“tidak apa, aku senag dundang kakak
kok.”
Kaka rita pamit pulang sambil
menampakkan senyum manisnya dan mengucapkan salam. Akubalas salmnya dan
tersebtum. Aku senag dengan keprinadian kak rita. Di lingkungan kami, kak rita
adalah termauk orang yang disegani, ramah,senag membantu dan tidak sombng.
Ibu
20 november 2006
Siang ini anak pa haji Badri dating ke rumah mencari Fatima.
Aku Tanya Fatima, ‘ima tadi Rita kesini ada urusan apa?”
‘Cuma mengantarkan undangan buat
acara syukuran ulang tahunnya,” ucap Fatima senang.
Akupun ikut senag, Fatima sejuujurnya kamu bukanlah anak yatim, bapakmu
hanya tidak mau mengakui kmu sebagai anaknya. Maafkan ibu ima, karena dosa yang
ibu lakukan membuat kamu menderita. Rintihku dalam hati.
Fatima
21 november 2006
Kata adalah sebuah senjta yamg tak berwujud yang kapan saja dapat melukai lebih
dari sebuah pisau. Saat pulang dari rumah kak rita aku bertemu Ajeng, anaknya
pak haji somad, teman sekelas sekaligus teman satu kampung.
“kak rita salah mengundang orang,
sharusnya kamu tak patut diundang. Amu kan bukan termasuk anak yatim, bapakmu
nggak mati Cuma nggak ngakuin kamu sebagai anak. Alias anak haram,” ejeknya.
“kamu jangan asal ngomong ya,”
bantahku.
“pikir aja deh, ibu kerja di
nightclub. Amu tahu seperti apa nightclub kan.”
“maaf ya kalau ibuku tidak seperti
yang kamu pikirkan. Kenapa kamu sering mengganggu aku sih/ kamu iri padaku
kan?” aku tak tahu harus berkata apa lagi.
“yeh siapa yang iri, jangan sok
mentang-mentang jadi juara kelas, ketua keputrian remaja mesjid dan seketaris
karangtaruna aja udah sombng. Semua orang tahu tentang ibumu, kalau ngga
percaya tanya saja ama yang lain,”
ejeknya lebih dalam.
Perihal gunjingan warga terhadap
ibu sudah sering aku dengar. Aku memang tidak pernah tahu siapa bapakku, ibu
tidak pernah cerita tentang bapak. Jika ku bertanya pada ibu tentang bapak ibu
selalu mengalihkan pembicaraan. Apa benar aku ini anak haram. Aku tak mau
berburuk sangka terhadap ibu. Jika benara aku lahir tanpa setatus ibu menikah,
tidak masalah bagiku, aku akan berusaha sabar. Tapi patutkah aku disebut anak
haram. Apakah Allah juga menganggap aku anak haram? Ya Allah beritahukanlah
jawabnnya.
Ibu
25 november 2006
Setelah pulang dari rumah Rita, tak
seperti biasanya Fatima langsung masuk kamarnya dan mengunci pintu. Dia
menangis sesegukan. Aku tak berani mengusiknya karena dia anak yang suka
menyendiri. Tadi aku sempat melihat eluar jndela, iam tengah berbincang-bincang
dengan Ajeng, ku biarkan saja mereka. Entah kenapa irma bertemu ajeng
seringkali dia pulang dengan wajah sedih, mungkin saja Ajeng mengganggu ima, ah
aku tak mau cari kambing hitam.
Fatima
4 desember 2006
Jam istirahat di sekolah aku dan teman-teman
berbincang-bincang. Kami bercerita tentang pekerjaan orang tua kami. Aku bilang
pada mereka ibuku bekerja sebagai penyanyi di nightclub.
Tiba-tina saja ajeng ikut berbicara, “hei teman-teman ibunya ima bukan
hanya bernyanyi di nightclub loh, tetapidi kamar, haha” tawanya terasa seperti
tawa iblis.
Mendengar ejekannya, aku langsung
menangis.
Yanti menenagkanku, “sudahlah jangan
dimasukkan kehati.”
“dia Cuma iri sama kamu kok. Mungkin dia bingung mau ngejek kamu, jadi
ibumu yang dijadikan kambing hitam.” Tambah tina
Ya Allah berikan kekuatan aku untuk sabar.
18 desember 2006
Hidup manusia memang tak pernah lepas dari masalah,
setiap masalah adalah bagian dari cobaan yang diberikan Allah untuk menguji
mahluknya yang hadir dalam berbagai bentuk. Ketidakjelasan bapakku, pekerjaab
ibu, ejekan ajeng, gunjingan tetangga atau laonnya. Tapi aku yakin Allah tidak
akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan hamabnya, maka kau berusaha
tabah dan lapang dada.
Kini aku mendapat cobaan baru, masih jelas
ditelingaku ucapan kak sari selepas ta’lim remaja mesjid kampungku. “sebentsr
lagi kita akan merayakan hari raya kurnban. Sebenarnya aku ingin berkurban tapi
tak punya kambing dna uang tabunganku habis buat beli mobil padahal setiap
tahun aku ikut menyumbang. Maklumlah nagkutan umum sekarang naik jadi lebih
itir bila naik kendaraan sendiriuntuk pulang pergi kekampus. Untuk itu
saya mengharapkan bagi yang punya kambing atau uang harap berkurban.”
Hanya Allah yang tahu perkataan itu
ditujukan buayt siapa? Tapi aku merasa perkataan itu menyindirku, diantara kami
yang mengikuti ta’lim hanya aku yang punya kambing, itupun Cuma dua ekor,
warisan dari kakek.
Aneh jika tahgun
ini kak sari tidak ikut berkurban. Setahuku bulan lalu kak sari beserta
keluarganya berlibur ke bali. Bahkan
kata orang-orang n mereka sempat keluar negeri entah kenegara mana. Kabar
terakhir yang kudengar kaka laki-laki kak sari, kak tio akan dikuliahkan diluar
negeri. Maklumlah dua tahun lalau dia tidak naik kelas. Dari uang saku yang
dibelikan iarang tuanya, sudah cukup baggi kak sari untuk ikut berkuran tiipa
tahunnya. Enths kurabn kambing atau ikut rombongan sapi. Tapi aku tak mau
berburuk sangka.
Samapai dirumah aku ceritakan masalah ini pada
ibu, ibu tak banyak bicara namun dari wajahnya aku tahu ibu tiadak rela
kambingnya dijadikan kurnban tahun ini.
Ibu hnya berkata, “kambung kita Cuma
dua. Kambing jantan akan ibu jual tiga bulan lagi unutk persiapa kmu masuk SMA,
kalu mengandalkan gaji ibun terlalu berat. Sedangjkan kambing betina aklan kita
pelihara. Apalagi saat ini sedang bunting”
Akhirnya aku tak ingin membicarakan
masalah kambing. Aku tahu biaya untuk menyokalahku cukup berat.
20 desember 2006
Malam ini sepulang
dari pengajian, ibu langsung masuk kamar. Aku mendengar ibu menagis
tersedu-sedu dimakarnya. Akku tak bersni bertanya karena ibu adalah tipe yang
tak mau dikorek masalahnya. Ibu akan bercerita jika akan mengambil keputusan.
Ibu
20 desember
Hari ini ketika pengajian, bu retno
menyebut-nyebut namaku dan nama warga kampung yang kebetulan memelhara kambing,
setengah memaksa dan menyindir, bu retno meminta kesediaan warga kampung agar
mau ikut berkurban.
Usai
pengajian, disaksikan bebera[a orang bu retno berkata kepadaku, “Aku sebenarnya
ingin ikut bekurban tapi uangku sudah habis buat membinyayai persiapan kuliah
tino di Amerika, maklumlah kuliah di Amerika lebih baik dari di indonesia.
Kamukan punya kambing sebaiknya dikurbankan kalau tidak dosa besar yang kamu
buat dimasa lalu tidak akan diampuni loh.”
Aku
pura-pura tersenyum dan berkata, “nanti saya pertimbangkan.” Sampai dirumah,
aku segera masuk kamar dan menagis sepuasnya.
21 desember
Pagi ini aku keluar rumah untuk
berbelanja dipasar, beberapa tetangga menatapku dengan tatapan dingin. Aku
tidak apa yang mereka pikirkan? Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan,
akhirnya aku shalat tahajut mohon petujnjuk.
Fatima
22 desember
Hari ini ibu meminta pendapatku
dalam keputusan menyumbangkan kambing untuk bekurban.
“nak kambing jantan kita yang hitam
dikurbankan saja, ibu risih dengan para tetangga, mereka membicarakan kita,”
kata ibu dengan suara parau.
“tidak boleh”
“Kenapa?”
“karena ibu tidak iklas”
“tidak iklas bagaimana?”
‘alasan ibu bekurban karena risih
dengan tetangga bukan karena Allah”
Ibu hanya bungkam menerawang
menatap langit-langit ruangan. Mungkin dalam hati ibu membenarakn ucapanku. Ibu
menarik nafasa panjang dan berkata, ‘ kamu benar nak, kita harus niat karena
Allah. Isnya Allah, Ibu iklas karena Allah.”
Aku lihat mata ibu berbinar dan
tersungging senyum bi bibirnya. Hatiku lega. Aku bangga pada ibu.
Ibu
23 desember 2006
Aku datang kemesjid untuk mendaftar
kurban. Tapi entah mengapa beberapa orang masih menatapku dengan tatapan aneh.
Samar-samar kudengar mereka saling berbisik, :hampir saja dosanyatidak
terampuni!”
Usai menydiakan minum untuk
suaminya yang bertindak sebagai ketua panitia, bu retno datang menghampiriku.
Ia tersenyum dan menepukku,”nah kalau begitu kan lebih baik, selain dapat
pahala dosa besarmu akan diampuni.”
Fatima
14 januari 2007
Hari ini selepas arisan ibu-ibu, bu
retno mampir kerumahku sekedar untuk berbincang-incang dengan ibu. Dia
bercerita tentang anaknya,”kalau kemarin anakku dimasukakn keuniuversitas
Amerika sekarang sari kusuruh melanjutkan kuliah di Australia,biar tidak
ajuh-jauh dari indonesia.”
Setelah menyuguhkan air minum, bu
retno mengajak untk ikut berbincang-bincang. Aku menoalknya secara halus. Dari
pada aku mendengarkan ucapan bu retno, lebih baik aku memberi makan si hitam,
kambing betina yang sedangbunting.
ibu
14 januari 2007
Hari ini usai arisan, bu retno
mampir kerumah. Aku menjamunya dengan senag hati. Dia bercerita tentang sari
yang akan kuliah di australia. Setelah menyughkanair minum, fatima beranjak
dari kami, walau sudah diajak bu retno dia menolak untuk ikut
berbincang-bincang. Dari raut wajahnya, aku tahu ia malasa mendengarkan ucapan
buretno.
“ibu, ibu!” tiba-tiba saja fatima
berteriak dari arah belakang rumah. Aku segera menghampiriya.
“subahanallah, ibu, si hitam
melahirkan sepeluh ekor sekaligus!kata ima dengan wajah tak percaya.
(jakarta, 2007)