- Back to Home »
- kopi panas »
- Pengalaman Membaca The Will Be Improve Tania Muray Li
Posted by : secawan kopi tubruk
Rabu, 15 Oktober 2014
Pengalaman Membaca The Will Be
Improve Tania Muray Li
Buku berjudul The Be Improve yang ditulis Tania Muray Li
merupakan buku etnografi pertama yang saya baca. Usai menamatkan buku ini, saya
merasa buku ini merupakan karya yang bagus dan langka. Saya kagum bagaimana
Tania mampu memadukan antara teori-teori sosial yang ada dan realitas
masyarakat sesungguhnya. Hasilnya, sebuah analisa masyarakat yang mendalam, kuat,
kritis, dan tepat.
Tapi yang lebih penting, bersama buku ini, Tania seolah ingin
melawan beberapa pendangan umum yang hari ini amat dipercayai masyarakat. Kita
diajak melihat bahwa progam-progam pembangunan itu sejak awal sudah bermasalah
(ketika dikonsepkan). Pun ketika diterapkan.
Mengapa bermasalah sejak awal? Argument Tania untuk menjawab
ini pun seperti yang saya yakini. Pertama, progam pemakmuran ini sendiri tidak
bebas nilai. Masyarakat yang dijadikan sasaran progam bukanlah bejana kosong
yang hendak diisi. Sedangkan kaum pembuat progam pun bukan kaum yang bebas
nilai dan tidak terlepas dari kepentingan. Pada akhirnya kaum yang disebut
Tania sebagai ‘wali masyarakat’ ini memerlukan progam-progam yang dibuat dan
dijalankan mereka utuk menegaskan kepakarannya. Sehingga lebih jauhnya akan
berjalan relasi, ada kaum yang mendominasi dan kaum terdominasi.
Kedua, ketika progam itu dirancang, progam-progam ini
cenderung menyederhanakan masalah. Inilah yang disebut teknikalisasi masalah. Progam-progam
ini dibuat dengan membuat ukuran-ukuran tertentu dan sehingga hasilnya pun
dapat dilihat dalam batas tertentu.
Argumen Tania ini pun seperti apa yang saya percayai. Masalah
serupa juga terjadi dalam lingkup lain. Misalnya
dalam dunia pendidikan. Sudah jauh-jauh hari, Paulo Feire melihat ini. Dalam
dunia pendidikan guru bisa bertindak sebagai wali masyarakat yang menetapkan
progam. Lalu murid dianggap bejana kosong yang siap diisi. Guru mengisi dan
murid diisi atau guru mendominasi dan murid didominasi. Freire menamakan ini
dengan pendidikan ‘gaya bank’. Menurut Feire, pendidikan semacam ini hanya
menghasilkan ‘reproduksi-reproduksi pengetahuan yang ada’. Tentu pengetahuan
yang diberikan guru bukanlah sebuah pengetahuan yang bebas nilai. Pun murid
memiliki pengetahuannya sendiri dan bukan bejana kosong. Inilah yang disebut
Feire bahwa ‘pegetahuan berkelindan dengan kekuasaan’.
Karena itu, dalam
dunia pendidikan jelas sekali untuk mngukur keberhasilan murid melalui nilai-nilai.
Semakin tinggi nilai yang dicapai murid maka semakin berhasil pula progam yang
dibentuk guru. Nilai-nilai, indikator-indikator merupakan ‘teknikalisasi
maslah’ dari hubungan pengajaran. Untuk
itu, bagi freire yang terpenting bukanlah progam, metode, kurikulum. Tapi yang
terpenting adalah paradigma kita memandang pendidikan itu sendiri.
Lalu, dalam buku ini terlihat apa yang dipercayai Tania
ternyata sama dengan apa yang saya percayai. Saya melihat argument yang kuat
dari Tania bahwa masyarakat bukanlah bejana kosong yang siap diisi. Saya pun
mempercayai dimana pun masyarakat berada, masyarakat bukanlah sekelompok
manusia yang bodoh, tidak tahu apa-apa, dan siap diisi. Pandangan ‘masyarakat
sebagai bejana kosong’ ini datang dari ‘penglihatan jarak jauh’. Justru para wali masyarakat yang membawa
progam-progam itulah yang memiliki kepentingan.