- Back to Home »
- kopi panas »
- Pengalaman Membaca Berebut Hutan Siberut
Posted by : secawan kopi tubruk
Rabu, 15 Oktober 2014
Pengalaman Membaca Berebut Hutan
Siberut
Setelah membaca buku The Will be Improve karya Tania Muray Li
saya jadi tertarik dengan karya yang berdasarkan penelitian etnografi. Buku
etnografi lainnya yang membuat saya tertarik ialah Berebut Hutan Siberut. Buku
ini merupakan karya duet Darmanto dan
Abidah B. Setyowati.
Setelah membaca buku ini, saya cukup terkejut dengan argument yang kedua
penulis ini yakini. Bahwa ternyata apa yang kita percayai tentang ‘kearifan
lokal suatu masyarakat adat’ merupakan sebuah pandangan yang dilihat dari jarak
jauh.
Buku
ini, melawan pemikiran bahwa masyarakat adat adalah sekelomok manusia ‘murni’,
bijak dan arif, menjaga harmonisasi dengan alam. Jauh dari peradaban modern,
cenderung religius, dan memiliki kearifan lokal. Paradigma ini hanya ada
dianggan-angan kita, karena kita memandangnya dari jarak jauh.
Kita
selalu memandang suatu masyarakat hanya dari paradigma jarak jauh. Tidak ada
perbedaan sikap antara kalangan aktivis dan pemerintah dalam melihat Siberut.
Keduanya sering menyederhanakan masalah dalam membahas isu konservasi sebagai
isu ekonomi politik, para aktivis cenderung berkesimpulan adanya masalah
‘budaya’ orang mentawai.
Hal
ini merefleksikan bahwa bukannya orang luar yang harus menerima relitas
masyarakat yang terus berubah-ubah akibat ketidakpastiaan kondisi hidup dan
menerima kenyataan itu sebagai dasar atau pengetahuan baru. Akan tetapi,
masyarakatlah yang harus sesuai dan dicocokan dengan konstruksi dari luar, baik
atas nama konservasi maupun pembangunan.